Bandung, 12 Desember 2024 – Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat menyelenggarakan webinar bertema "Mewujudkan Ruang Aman untuk Keluarga Muda Tangguh" melalui platform Zoom Meeting. Acara ini menjadi wadah diskusi dan edukasi yang inspiratif bagi keluarga muda dalam menciptakan lingkungan keluarga yang aman, dan tangguh menghadapi tantangan zaman; dengan memerhatikan kebahagiaan, kesalingan dan kesetaraan dalam berbagi peran.
Acara ini menghadirkan Prof. Alimatul Qibtiyah, Komisioner Komnas Perempuan RI, sebagai narasumber utama. Dalam pemaparannya, Prof. Alimatul menekankan pentingnya menjadi keluarga muda tangguh yang mempunyai Work-Family Balance antara anggota keluarga untuk menciptakan ruang aman yang berbasis pada nilai keadilan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap hak setiap individu. Beliau juga membahas upaya preventif dan strategis untuk menciptakan keluarga nir-kekerasan (sakinah) dan penuh kesalingan.
Rini Marlina, Ketua Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat juga dalam pengantarnya menyampaikan pengalaman terkait peran komunitas dalam mendukung ketahanan keluarga muda; di mana mayoritas anggota Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat sebagai new mom, sehingga bagi kita yang biasa bergelut dengan karir dan organnisasi tentu akan menemukan tantangan tersendiri dengan keberubahan peran.
Tati selaku anggota Departemen Advokasi Sosial PWNA Jawa Barat juga membuka diskusi awal dengan beberapa kasus tentang kesesuaian pengasuhan dengan kondisi sosial dan standar sosial yang semakin menambah kemungkinan tantangan keluarga di era modern. “misalnya ketika memiliki anak baru satu, maka cenderung hati-hati dalam pengasuhan, tapi kalau sudah anak kedua dan seterusnya terkadang kita diuji kesabaran”, pantiknya.
Webinar ini diikuti oleh lebih dari 57 peserta dari berbagai latar belakang, antara lain kader Nasyiatul Aisyiyah se Jawa Barat, Advokat, dan beberapa laki-laki juga turut hadir di webinar. Kader Nasyiatul Aisyiyah yang hadir juga memiliki ragam jenis pekerjaan, dari seorang guru di sekolah inklusif, womenpreneur, aktivis perempuan, dan lainnya. Interaksi yang aktif antara peserta dan narasumber menciptakan diskusi yang dinamis, terutama pada sesi tanya jawab, di mana peserta mengajukan berbagai pertanyaan tentang strategi praktis mewujudkan ruang aman di dalam keluarga.
 

Work-Family Balance Menurut Prof. Alimatul Qibtiyah
Meski demikian, terdapat tantangan untuk mencapai work-family balance yang kita harus manajemenkan atau kelola secara bijak, antara lain tekanan ditempat kerja, peran berlebih dalam keluarga, teknologi dan keterhubungan, keterbatasan waktu, dan kurangnya perspektif kesalingan. Maka terdapat strategi untuk mencapai work-family balance. Pertama, penjadwalan yang baik; artinya mengatur waktu untuk pekerjaan dan keluarga dengan jelas. Misalnya dengan menggunakan kalender atau aplikasi pengingat yang bisa membantu untuk kita memprioritaskan kegiatan. Kedua, fleksibilitas kerja; beberapa tempat kerja menawarkan fleksibilitas seperti kerja jarak jauh, atau jam kerja yang bisa disesuaikan yang memungkinkan individu untuk menyesuaikan antara pekerjaan dan kewajiban keluarga. Ketiga, delegasi tugas; yaitu dengan mengalokasikan tugas antara anggota keluarga atau meminta bantuan profesional ditempat kerja dapat mengurangi beban pada satu individu. Keempat, batasan yang jelas; menetapkan batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, misalnya dengan tidak memeriksa email kerja setelah jam kerja atau saat sedang bersama keluarga. Kelima, perawatan diri; meluangkan waktu untuk diri sendiri juga penting agar setiap orang dapat bijak mengelola enegeri dan motivasi antara kerja dan keluarga.
Webinar yang sebagian peserta tuliskan pada roomchat berisi daging yang renyah ini memberikan semangat partisipan hingga terdapat tujuh penanya. Yang menarik di antaranya adalah pengalaman dari Rini Marlina terkait tingginya kasus penyimpangan sosial, bukan saja pelecehan sosial. Tati menyampaikan dalam pantikannya bahwa DP3AKB Jawa Barat mengungkap kan tentang kasus transgender dan biseksual yang dilaporkan berjumlah ribuan, bukan lagi ratusan.
Menciptakan hubungan yang sehat dengan memerhatikan perkembangan antar pribadi adalah penting. Work-family balance yang dimaksudkan adalah kemampuan mengatur waktu pribadi, kerjaan, dan keluarga. Contohnya jika sebagai seorang perempuan, istri, dan ibu maka kita diharapkan memahami keterpenuhan akan kebutuhan diri sendiri, anak, dan suami. Menyeimbangkan waktu untuk kerja dan keluarga sangat disarankan, sehingga ketika kita bekerja akan maksimal, kemudian pulang ke rumah juga tidak membawa ekspresi dan emosi akibat pekerjaan. Demikian juga sebaliknya bagi laki-laki penting mempunyai keseimbangan perhatian pada kerja, istri, anak dan keluarga besar yang membutuhkan perhatian, termasuk penting untuk terlibat pada urusan domestik dan pengasuhan.


Tanya-Jawab Diskusi Interaktif
Prof. Alimatul Qibtiyah menyampaikan dengan gamblang bahwa hari ini dalam keilmuan psikologi disebut keragaman seksual, bukan penyimpangan seksual. Dan hal tersebut dapat diukur dengan Skala Kinsey oleh Psikolog. Skala tersebut sebagai alat ukur kecenderungan akan tingkatan keragaman seksual setiap personal. Maka baru kita sebutkan seseorang cenderung kategori ekstrem heteroseksual atau yang lainnya bahkan juga ada kelompok yang aseksual. “Kalau zina itu berlaku bagi semua, bahkan orang dalam kategori heteroseksual pun tidak boleh zina”, tambahnya.

Pertanyaan lainnya yang menarik adalah tentang kestagnanan prinsip tumbuh bersama pada salah satu dari kita, jika kita sebagai pasangan. Prof. Alim menjawab dengan tegas bahwa hal tersebut berkenaan dengan kemampuan dari setiap individu saling menemukan dan mengidentifikasi minat, hobi, dan keinginannya. "Mewujudkan keluarga muda yang tangguh memerlukan dukungan bersama; pemerintah, masyarakat dan keluarga itu sendiri," ujar Prof. Alim dalam sesi penutup.

Ketua Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat, Rini Marlina, menyampaikan harapannya agar diskusi ini menjadi langkah awal untuk semakin banyak keluarga muda yang peduli dan aktif membangun ruang aman dalam lingkungan mereka. "Kami berkomitmen untuk terus menyelenggarakan kegiatan seperti ini sebagai bentuk dukungan Nasyiatul Aisyiyah terhadap pemberdayaan keluarga muda dan perlindungan perempuan serta anak," tambahnya.

Acara ini mendapat apresiasi positif dari para peserta yang menganggap tema dan pembahasannya relevan dengan kebutuhan keluarga muda masa kini. Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat berharap kegiatan serupa dapat terus diadakan lebih masif untuk mendorong terciptanya keluarga yang lebih tangguh dan berkontribusi dalam pembangunan masyarakat yang lebih baik.


oleh: Tati, S.Pd., MPA. (Departemen Advokasi Sosial PW Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat)




Sabtu, 09 November 2024, 

PW Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat bersama pimpinan daerah NA perwakilan Kota/Kabupaten mengadakan Musyawarah Kerja Wilayah I Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat di Wisma Balai Kartini, Jl. Kartini, Kota Bandung. Kegiatan kali ini mengusung tema "Kolaborasi Perempuan dalam Mewujudkan Keluarga Muda Tangguh Jawa Barat". Tak lupa kegiatan kali ini juga dibersamai oleh organisasi induknya, yaitu Ayahanda PW Muhammadiyah dan Ibunda PW Aisyiyah Jawa Barat.
Bertindak sebagai penyelenggara, Ketua PWNA Jabar, Rini Marlina menjelaskan bahwa kegiatan ini dilakukan oleh PWNA Jabar sebagai upaya untuk meningkatkan tali silaturahmi dan juga sebagai ajang untuk saling berkolaborasi dalam memberdayakan perempuan muda tangguh. Acara ini juga bentuk evaluasi tahunan PWNA Jabar guna menajamkan kembali arah gerakan di tahun selanjutnya.
Ada 2 terobosan program yang telah dilaksanakan oleh PWNA Jabar yaitu penataan kembali para pimpinan atau kader di Kota dan Kabupaten serta Launching batik Nasyiatul Aisyiyah Provinsi Jawa Barat sebagai seragam indentitas Nasyiah Jabar dan menjadi simbol harapan baru. Hal tersebut didukung oleh Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, Dr. Dadang Syaripudin, M.A. Beliau menyatakan bahwa kami Pimpinan Muhammadiyah Provinsi Jawa Barat mendukung penuh kegiatan ananda PWNA Jabar terutama dalam menyatukan umat. Dr. Dadang mengingatkan bahwa kolaborasi ini harus di laksanakan secara bersama-sama bukan hanya di masing-masing pimpinan, supaya dapat berjalan dan terealisasikan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan Baznas dan Lazismu sebagai bentuk dari fastabiqul khairat karena sesungguhnya makna dasar dari semboyan tersebut adalah kolaborasi, bukan kompetisi.


Acara ini menghadirkan 81 orang peserta dari pimpinan wilayah dan daerah se-Jawa Barat. Amanat dari kegiatan ini adalah bagaimana kolaborasi ini dapat menjadi wadah demi terciptanya generasi muda yang berkualitas. Berkualitas bukan berarti hanya mengandalkan skill dan kemampuan normatifnya, melainkan dapat berdaya, berjaya, dan beristiqomah. 

Syintia Nur Fitria, S. Hum., M.Sos.
Bidang Pustaka, Informasi, dan Teknologi


PWNAJABAR.OR.ID, BANDUNG - Gempa bumi dengan magnitude 5.0 SR telah mengguncang Kabupaten Bandung pada tanggal 18 September 2024 yang lalu. Banyak kerusakan yang terjadi pada rumah warga, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Dan tercatat tidak sedikit warga yang terluka terkena reruntuhan.


Menindaklanjuti peristiwa ini, Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat melakukan penggalangan dana sebagai bentuk perhatian khusus bagi kelompok perempuan dan anak yang terdampak. Memahami kebutuhan akan kebersihan sangat penting bagi kelompok ini, PWNA Jawa Barat menyalurkan bantuan tersebut dalam bentuk 55 paket yang berupa bahan pangan pokok, hygiene kit, makanan, serta pembalut dan popok bayi.


Bantuan tersebut telah disalurkan langsung kepada para perempuan dan anak korban bencana di daerah Kertasari, Kabupaten Bandung pada hari Selasa (01/10) kemarin.



Bantuan tersebut merupakan gabungan sumbangan ari para donatur dari berbagai penjuru di Indonesia yang menitipkan. PWNA Jawa Barat menuturkan bahwa bantuan tersebut tidaklah banyak dan tidak bisa menggantikan kerugian. Namun, beliau berharap bantuan tersebut dapat sedikit meringankan kehidupan dalam melalui hari pasca bencana. Semoga para korban selalu diberikan kesabaran dan apa yang telah hilang dari bencana kemarin, dapat Allah gantikan dengan sesuatu yang lebih baik.


Tags: #nasyiatulaisyiyahjawabarat #gempakertasari #pwnajawabarat #pdnakabupatenbandung




Ramadhan adalah sebuah bulan yang sangat spesial, dimana bulan tersebut identik dengan puasa. Puasa atau bahasa lainnya adalah shaum, merupakan suatu kewajiban yang wajib dilaksanakan oleh umat muslim setiap tahunnya. Pada bulan ini, semua umat islam berbondong-bondong untuk menggapai ridho-Nya Allah SWT dengan menjalankan segala bentuk amal ibadah, yang kita telah tahu bahwa setiap perbuatan baik apapun yang dilakukan di bulan ini pahalanya akan dilipatgandakan oleh-Nya.


Tapi, apakah kita pernah berfikir, ramadhan setiap tahunnya berbeda? Semakin bertambahnya usia kita semakin terlihat pula perbedaannya. Apakah itu semakin baik puasanya atau malah sebaliknya. Faktanya, kesucian bulan suci ramadhan seringkali ternodai oleh fenomena-fenomena yang dirusak oleh umat islam itu sendiri dan perbedaan itu sudah nyata terasa.


Pernahkah kita sejenak berfikir, kok ramadhan tahun ini begini? Kok ramadhan tahun lalu begitu? Ya, solusinya adalah coba lagi Tanya hati kita. Pada dasarnya tidak ada Ramadhan yang berbeda dari waktu ke waktu, Jumlah hari, Sholat Tarawih, puasa, Nuzuluh Qur’an, Malam lailatul Qodar, zakat fitrah, bahkan Hari Raya Idul fitri tetap sama. Tetapi kok apa yang membuatnya menjadi berbeda? Ya benar, itu adalah iman dan hati kita.


Iman adalah segala sesuatu tentang keyakinan dan hati difungsikan untuk meyakinkan keimanan. Jika hati dan iman tidak sinkron, otomatis akan terjadi perdebatan dalam pikiran dan perbuatan. Suasana, lingkungan bahkan kondisi mental pun dapat menjadi penggerus nilai kehusyukan dalam menjalani ibadah puasa.


Fakta di atas juga didukung pula dengan fenomena-fenomena belakangan ini. Sebagai salah satu contoh, kematangan usia juga menjadi salah satu faktor penentu kematangan iman dan cara berfikir seseorang. Biasanya, pada usia masih kanak-kanak, bulan puasa terasa sangat menyenangkan dan menggembirakan dengan penantian lebaran dan suasana idul fitri yang meriah. Ketika seseorang itu beranjak remaja, bulan puasa menjadi sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan, seringkali hal tersebut disebabkan oleh rutinitas dan aktivitas yang padat. Dan yang terakhir, ketika seseorang itu beranjak dewasa, bulan puasa menjadi terasa biasa saja, seringkali itu karena ada rasa kesombongan dalam diri yang menganggap bahwa melalui akal, logika dan nalarnya sudah sangat paham betul akan makna kehidupan yang seringkali menjadi takabur dan malah menyepelekan.


Sehingga, dengan adanya fenomena-fenomena diatas, masih cukup pantaskah kita disebut sudah sangat paham betul akan arti Ramadhan? Jawabannya, kembali tanyakan lagi pada iman dan hati kita. 

.

.

.

Syintia Nurfitria, S.Hum., M.Sos., (Bidang Kajian Teknologi, Pustaka dan Informasi)***.


Pemilu merupakan salah satu bagian dari pesta demokrasi periodik yang selalu diadakan di Indonesia setiap lima tahun sekali. Pemilu yang merupakan suara demokrasi kebebasan sampai detik ini masih menjadi momok yang menakutkan bagi kaum perempuan. Seringkali, suara-suara kaum perempuan dalam menegakkan demokrasi masih terdengar sayup-sayup.


Padahal, perempuan merupakan ujung tombak suatu Negara dapat  selalu berdiri dengan kokoh dan berwibawa. Ibaratnya, perempuan adalah seorang ibu Negara yang mengemban amanah menyokong dan mengkokohkan Negara itu dari masa ke masa.


Indonesia adalah sebuah Negara demokrasi yang mayoritas kepemimpinannya saat ini masih di dominasi oleh kaum laki-laki. Dalam demokratitasi, keterwakilan perempuan masih sangat kurang, bahkan, jika adapun keterwakilan perempuan yang mengisi suara 30% demokrasi belum merata dalam setiap kepemimpinan baik arti sempit maupun luas. Oleh karena itu, apakah suara perempuan masih didengar? Dan apakah suara perempuan masih bisa menegakkan yang disebut dengan kesetaraan gender?


Menilik dari masa lalu, Indonesia adalah suatu negara demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan adat  istiadat Indonesia yang mana masyarakatnya adalah masyarakat yang selalu bertutur lemah lembut dan sopan santun. Hingga, Indonesia terkenal dengan keramah-tamahannya.


Dalam dunia politik, perempuan difungsikan untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan hukum politik yang mana didalamnya perempuan dapat bermain dengan strategi-strategi soft politic tanpa harus berkoar-koar.


Buktinya, dalam dunia kepemimpinan, kaum perempuan sangat dibutuhkan. Sehingga, salah satu cara yang  dapat dilakukan adalah dengan bersuara pada pesta demokrasi ini. Kaum perempuan dapat menuangkan ide dan gagasannya apakah itu sebagai action talent yang mengikuti kegiatan kepemiluan melalui pencalonan atau sebagai pengamat politiknya. Dua sisi ini pada dasarnya dapat dimanfaatkan oleh kaum perempuan untuk ikut bersuara dalam pesta demokrasi ini.


Pemilu 2024 harus menjadi pemicu bagi kaum perempuan untuk bersuara. Suara dalam artian berperan serta secara aktif, bebas, dan bertanggungjawab. Dengan adanya kesetaraan gender, kaum perempuan sebenarnya telah diberi keleluasaan untuk melakukan hal-hal yang sama yang dilakukan oleh kaum laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah politik. Selama tidak menyalahi kodratnya sebagai perempuan, pada hakikatnya kedudukan perempuan dan laki-laki sama. Indonesia telah menjamin kebebasan hak warga negaranya untuk bebas dalam mengeluarkan opini-opininya.


Oleh karena itu, tidak ada lagi alasan bagi kaum perempun untuk tetap diam. Diam dalam politik adalah suatu keniscayaan yang seharusnya didobrak dengan suara. Suara perempuan adalah suara naluri. Maka, suara perempuan dapat menjadi pemicu semangat perempuan lainnya untuk tetap bersuara dalam hal apapun. Pesta demokrasi menjamin suara perempuan didengar, melalui pesta demokrasi pula, perempuan dapat membuktikan kualitas dalam dirinya. 


Syntia Nurfitria, S.Sos., M.Hum.

Bidang Pustaka, Informasi, dan Teknologi Digital***.


Cianjur, Kabar Muhammadiyah Jabar—

“Penting sharing zero stunting,” hal ini disampaikan Dewi Mulyani Wakil Ketua KNPI Bidang Anak dan Remaja dalam acara “Workshop Gen-Z Cegah Stunting” yang diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah Nasyiatul ‘Aisyiyah (PWNA) Jawa Barat berkolaborasi dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jawa Barat. Jumat (09/12/2023).

Kegiatan ini mengangkat tema “Pemberdayaan Remaja Putri dalam Menurunkan Prevalensi Stunting Melalui Media Multi Platform.”

Dilaksanakan di Aula Hotel dan Resort Alam Asri Cianjur, melibatkan sejumlah remaja putri  dari berbagai sekolah lanjutan di kabupaten Cianjur, SMA Sukasari, SMA Islam Kreatif Muhammadiyah Cianjur, SMA Islam Center Muhammadiyah (ICM) Cianjur, SMK Islamic Center Cianjur (ICC) dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah( IPM) Cianjur.

Dalam sambutannya, Rini Setiani Ketua Pimpinan  Daerah Nasyiatul ‘Aisyiyah (PDNA) Cianjur, menyampaikan sebagai calon ibu remaja putri memiliki peran penting dalam menurunkan prevalensi stunting. Perlu adanya pemahaman terkait pola makan dan pola hidup sehat.

Selain itu remaja merupakan kelompok usia paling aktif menggunakan media sosial, dalam hal ini peran remaja sangat strategis untuk mensosialisasikan cegah stunting melalui media sosial yang  mereka gunakan.

Dalam agenda tersebut hadir pula Sri Wahyuni Dari Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat, Siti Nuraeni  Ketua Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Cianjur, Urik  Yanto Prasetyo  Wakil Ketua DPD KNPI Jawa Barat Dewi Susanti S. pengurus KNPI Kabupaten Cianjur dan Lusi Indrayani  Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Cianjur.

Acara ini diselenggarakan sebagai upaya pencegahan stunting, mengedukasi remaja dalam mempersiapkan generasi berkualitas.

Peserta menyimak materi pertama oleh Bidan Yuli Hendrika Sugiharti, S.S.T., M.H.

Materi disajikan dalam tiga sesi. Sesi pertama membahas tema “Kesehatan Reproduksi Remaja,” oleh Bd. Yuli Hendrika Sugiharti. S. ST. M.H, sebagai praktisi Kesehatan, menyampaikan  pentingnya menjaga kesehatan reproduksi dan pentingnya menghindari 4T dalam kehamilan dan melahirkan yakni terlalu muda, terlalu tua, dan terlalu sering (terlalu dekat).


Sesi kedua membahas  Literasi Gizi disampaikan oleh Farida Utami, S.Far., Apt (sekretaris  PWNA Jabar) menyampaikan tentang pentingnya gizi seimbang melalui simulasi isi piringku. Acara ini diakhiri sesi sosialisasi zero stunting melalui  platform media sosial, peserta membuat konten terkait pentingnya zero stunting yang di upload melalui tiktok, Instagram dan youtube.


Peserta mengambil bahan konten simulasi menyajikan "Isi Piringku".

Rini Berharap acara ini menjadi salah satu upaya menjadikan Cianjur bebas stunting, menjadi bagian dari rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh PDNA Cianjur yang sangat konsen terhadap permasalahan Perempuan dan anak.  Sebelumnya "PDNA Cianjur  telah melakukan giat dalam gerakan Pashmina (Pos Pelayanan Remaja Sehat Nasyiatul Aisyiyah) kemudian bergiat mendampingi Desa Rawa Belut dalam rangka menurunkan prevalensi stunting di Kabupaten Cianjur", pungkasnya.


Kontributor, Enuy Nurjanah

Gelaran Musyawarah Wilayah XIV Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat tingal dua hari lagi. Persiapan dan semaraknya telah terasa terutama di tempat gelaran akan diselenggarakan. Bunga Patrakomala dipilih sebagai logo Musywil kali ini. Tak kenal maka tak sayang, apa arti di balik logo tersebut.


Bentuk dasar bunga patrakomala yang merupakan flora khas Kota Bandung, yang juga ibukota provinsi Jawa Barat, sebagai tuan rumah pelaksanaan Musywil XIV. Dengan bentuk bergelombang yang dinamis, menunjukkan sifat-sifat yang tidak kaku, keluwesan, pun begitu tetap menunjukkan keseimbangan. 


Logo Nasyiatul Aisyiah ditempatkan pada bagian putik bunga yang menjadi pusat bunga tersebut, sekaligus melambangkan 'perempuan', sebagai inti/pelaksana dari perhelatan musyawarah wilayah ini. Sementara itu pada ujung-ujung benang sari terdapat simbol berbentuk buku yang melambangkan pendidikan. 


Putik (perempuan) yang dibuahi dengan serbuk dari benang sari (pendidikan), merupakan simbolisasi dari tema Musywil XIV, yaitu "Mencerdaskan Perempuan, Mewujudkan Jabar Juara". Sementara itu, benang-benang sari pada logo membentuk angka romawi XIV.


Warna yang digunakan pada logo ini menyadur dari logo Muktamar XIV Nasyiatul Aisyiyah 2022. Warna kuning emas pada benang sari dengan simbol buku melambangkan harapan (lewat pendidikan dan kecerdasan) agar Nasyiah terus berjaya dan berprestasi. 


Warna biru pada tepian kelopak bunga menunjukkan keteguhan, sikap yang tidak mudah goyah, sekaligus harapan agar turut berkontribusi menyelesaikan masalah tanpa keributan. Warna merah bata menunjukkan kepercayaan diri dan rasa aman, berani menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, sehingga mampu menghadirkan rasa nyaman bagi kemanusiaan.