PWNAJABAR.OR.ID, BANDUNG - Gempa bumi dengan magnitude 5.0 SR telah mengguncang Kabupaten Bandung pada tanggal 18 September 2024 yang lalu. Banyak kerusakan yang terjadi pada rumah warga, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Dan tercatat tidak sedikit warga yang terluka terkena reruntuhan.
Menindaklanjuti peristiwa ini, Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat melakukan penggalangan dana sebagai bentuk perhatian khusus bagi kelompok perempuan dan anak yang terdampak. Memahami kebutuhan akan kebersihan sangat penting bagi kelompok ini, PWNA Jawa Barat menyalurkan bantuan tersebut dalam bentuk 55 paket yang berupa bahan pangan pokok, hygiene kit, makanan, serta pembalut dan popok bayi.
Bantuan tersebut telah
disalurkan langsung kepada para perempuan dan anak korban bencana di daerah Kertasari, Kabupaten
Bandung pada hari Selasa (01/10) kemarin.
Bantuan tersebut merupakan gabungan sumbangan ari para donatur dari berbagai penjuru di Indonesia yang menitipkan. PWNA Jawa Barat menuturkan bahwa bantuan tersebut tidaklah banyak dan tidak bisa menggantikan kerugian. Namun, beliau berharap bantuan tersebut dapat sedikit meringankan kehidupan dalam melalui hari pasca bencana. Semoga para korban selalu diberikan kesabaran dan apa yang telah hilang dari bencana
kemarin, dapat Allah gantikan dengan sesuatu yang lebih baik.
Tags: #nasyiatulaisyiyahjawabarat #gempakertasari #pwnajawabarat #pdnakabupatenbandung
Ramadhan adalah sebuah bulan yang sangat
spesial, dimana bulan tersebut identik dengan puasa. Puasa atau bahasa lainnya
adalah shaum, merupakan suatu kewajiban yang wajib dilaksanakan oleh umat
muslim setiap tahunnya. Pada bulan ini, semua umat islam berbondong-bondong
untuk menggapai ridho-Nya Allah SWT dengan menjalankan segala bentuk amal
ibadah, yang kita telah tahu bahwa setiap perbuatan baik apapun yang dilakukan
di bulan ini pahalanya akan dilipatgandakan oleh-Nya.
Tapi, apakah kita pernah berfikir, ramadhan
setiap tahunnya berbeda? Semakin bertambahnya usia kita semakin terlihat pula
perbedaannya. Apakah itu semakin baik puasanya atau malah sebaliknya. Faktanya,
kesucian bulan suci ramadhan seringkali ternodai oleh fenomena-fenomena yang dirusak
oleh umat islam itu sendiri dan perbedaan itu sudah nyata terasa.
Pernahkah kita sejenak berfikir, kok
ramadhan tahun ini begini? Kok ramadhan tahun lalu begitu? Ya, solusinya adalah
coba lagi Tanya hati kita. Pada dasarnya tidak ada Ramadhan yang berbeda dari
waktu ke waktu, Jumlah hari, Sholat Tarawih, puasa, Nuzuluh Qur’an, Malam
lailatul Qodar, zakat fitrah, bahkan Hari Raya Idul fitri tetap sama. Tetapi
kok apa yang membuatnya menjadi berbeda? Ya benar, itu adalah iman dan hati
kita.
Iman adalah segala sesuatu tentang
keyakinan dan hati difungsikan untuk meyakinkan keimanan. Jika hati dan iman
tidak sinkron, otomatis akan terjadi perdebatan dalam pikiran dan perbuatan.
Suasana, lingkungan bahkan kondisi mental pun dapat menjadi penggerus nilai
kehusyukan dalam menjalani ibadah puasa.
Fakta di atas juga didukung pula dengan
fenomena-fenomena belakangan ini. Sebagai salah satu contoh, kematangan usia
juga menjadi salah satu faktor penentu kematangan iman dan cara berfikir seseorang.
Biasanya, pada usia masih kanak-kanak, bulan puasa terasa sangat menyenangkan
dan menggembirakan dengan penantian lebaran dan suasana idul fitri yang meriah.
Ketika seseorang itu beranjak remaja, bulan puasa menjadi sesuatu yang sangat berat
untuk dilakukan, seringkali hal tersebut disebabkan oleh rutinitas dan
aktivitas yang padat. Dan yang terakhir, ketika seseorang itu beranjak dewasa,
bulan puasa menjadi terasa biasa saja, seringkali itu karena ada rasa
kesombongan dalam diri yang menganggap bahwa melalui akal, logika dan nalarnya
sudah sangat paham betul akan makna kehidupan yang seringkali menjadi takabur
dan malah menyepelekan.
Sehingga, dengan adanya fenomena-fenomena diatas, masih cukup pantaskah kita disebut sudah sangat paham betul akan arti Ramadhan? Jawabannya, kembali tanyakan lagi pada iman dan hati kita.
.
.
.
Syintia Nurfitria, S.Hum., M.Sos., (Bidang
Kajian Teknologi, Pustaka dan Informasi)***.
Pemilu merupakan salah satu bagian dari pesta demokrasi periodik yang selalu diadakan di Indonesia setiap lima tahun sekali. Pemilu yang merupakan suara demokrasi kebebasan sampai detik ini masih menjadi momok yang menakutkan bagi kaum perempuan. Seringkali, suara-suara kaum perempuan dalam menegakkan demokrasi masih terdengar sayup-sayup.
Padahal,
perempuan merupakan ujung tombak suatu Negara dapat selalu berdiri dengan kokoh dan berwibawa.
Ibaratnya, perempuan adalah seorang ibu Negara yang mengemban amanah menyokong
dan mengkokohkan Negara itu dari masa ke masa.
Indonesia adalah sebuah Negara demokrasi yang mayoritas kepemimpinannya saat ini masih di
dominasi oleh kaum laki-laki. Dalam demokratitasi, keterwakilan perempuan masih
sangat kurang, bahkan, jika adapun keterwakilan perempuan yang mengisi suara
30% demokrasi belum merata dalam setiap kepemimpinan baik arti sempit maupun
luas. Oleh karena itu, apakah suara perempuan masih didengar? Dan apakah suara
perempuan masih bisa menegakkan yang disebut dengan kesetaraan gender?
Menilik
dari masa lalu, Indonesia adalah suatu negara demokrasi yang menjunjung tinggi
nilai-nilai dan adat istiadat Indonesia
yang mana masyarakatnya adalah masyarakat yang selalu bertutur lemah lembut dan
sopan santun. Hingga, Indonesia terkenal dengan keramah-tamahannya.
Dalam
dunia politik, perempuan difungsikan untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan
hukum politik yang mana didalamnya perempuan dapat bermain dengan
strategi-strategi soft politic tanpa harus berkoar-koar.
Buktinya,
dalam dunia kepemimpinan, kaum perempuan sangat dibutuhkan. Sehingga, salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan bersuara pada pesta demokrasi ini. Kaum perempuan dapat menuangkan ide
dan gagasannya apakah itu sebagai action talent yang mengikuti kegiatan
kepemiluan melalui pencalonan atau sebagai pengamat politiknya. Dua sisi ini
pada dasarnya dapat dimanfaatkan oleh kaum perempuan untuk ikut bersuara dalam
pesta demokrasi ini.
Pemilu
2024 harus menjadi pemicu bagi kaum perempuan untuk bersuara. Suara dalam
artian berperan serta secara aktif, bebas, dan bertanggungjawab. Dengan adanya
kesetaraan gender, kaum perempuan sebenarnya telah diberi keleluasaan untuk
melakukan hal-hal yang sama yang dilakukan oleh kaum laki-laki dalam berbagai
aspek kehidupan, salah satunya adalah politik. Selama tidak menyalahi kodratnya
sebagai perempuan, pada hakikatnya kedudukan perempuan dan laki-laki sama.
Indonesia telah menjamin kebebasan hak warga negaranya untuk bebas dalam
mengeluarkan opini-opininya.
Oleh karena itu, tidak ada lagi alasan bagi kaum perempun untuk tetap diam. Diam dalam politik adalah suatu keniscayaan yang seharusnya didobrak dengan suara. Suara perempuan adalah suara naluri. Maka, suara perempuan dapat menjadi pemicu semangat perempuan lainnya untuk tetap bersuara dalam hal apapun. Pesta demokrasi menjamin suara perempuan didengar, melalui pesta demokrasi pula, perempuan dapat membuktikan kualitas dalam dirinya.
Syntia Nurfitria, S.Sos., M.Hum.
Bidang Pustaka, Informasi, dan Teknologi Digital***.
“Penting sharing zero stunting,” hal ini disampaikan Dewi Mulyani Wakil Ketua KNPI Bidang Anak dan Remaja dalam acara “Workshop Gen-Z Cegah Stunting” yang diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah Nasyiatul ‘Aisyiyah (PWNA) Jawa Barat berkolaborasi dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jawa Barat. Jumat (09/12/2023).
Kegiatan ini mengangkat tema “Pemberdayaan Remaja Putri dalam Menurunkan Prevalensi Stunting Melalui Media Multi Platform.”
Dilaksanakan di Aula Hotel dan Resort Alam Asri Cianjur, melibatkan sejumlah remaja putri dari berbagai sekolah lanjutan di kabupaten Cianjur, SMA Sukasari, SMA Islam Kreatif Muhammadiyah Cianjur, SMA Islam Center Muhammadiyah (ICM) Cianjur, SMK Islamic Center Cianjur (ICC) dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah( IPM) Cianjur.
Dalam sambutannya, Rini Setiani Ketua Pimpinan Daerah Nasyiatul ‘Aisyiyah (PDNA) Cianjur, menyampaikan sebagai calon ibu remaja putri memiliki peran penting dalam menurunkan prevalensi stunting. Perlu adanya pemahaman terkait pola makan dan pola hidup sehat.
Selain itu remaja merupakan kelompok usia paling aktif menggunakan media sosial, dalam hal ini peran remaja sangat strategis untuk mensosialisasikan cegah stunting melalui media sosial yang mereka gunakan.
Dalam agenda tersebut hadir pula Sri Wahyuni Dari Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat, Siti Nuraeni Ketua Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Cianjur, Urik Yanto Prasetyo Wakil Ketua DPD KNPI Jawa Barat Dewi Susanti S. pengurus KNPI Kabupaten Cianjur dan Lusi Indrayani Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Cianjur.
Acara ini diselenggarakan sebagai upaya pencegahan stunting, mengedukasi remaja dalam mempersiapkan generasi berkualitas.
Peserta menyimak materi pertama oleh Bidan Yuli Hendrika Sugiharti, S.S.T., M.H.
Materi disajikan dalam tiga sesi. Sesi pertama membahas tema “Kesehatan Reproduksi Remaja,” oleh Bd. Yuli Hendrika Sugiharti. S. ST. M.H, sebagai praktisi Kesehatan, menyampaikan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi dan pentingnya menghindari 4T dalam kehamilan dan melahirkan yakni terlalu muda, terlalu tua, dan terlalu sering (terlalu dekat).
Sesi kedua membahas Literasi Gizi disampaikan oleh Farida Utami, S.Far., Apt (sekretaris PWNA Jabar) menyampaikan tentang pentingnya gizi seimbang melalui simulasi isi piringku. Acara ini diakhiri sesi sosialisasi zero stunting melalui platform media sosial, peserta membuat konten terkait pentingnya zero stunting yang di upload melalui tiktok, Instagram dan youtube.
Rini Berharap acara ini menjadi salah satu upaya menjadikan Cianjur bebas stunting, menjadi bagian dari rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh PDNA Cianjur yang sangat konsen terhadap permasalahan Perempuan dan anak. Sebelumnya "PDNA Cianjur telah melakukan giat dalam gerakan Pashmina (Pos Pelayanan Remaja Sehat Nasyiatul Aisyiyah) kemudian bergiat mendampingi Desa Rawa Belut dalam rangka menurunkan prevalensi stunting di Kabupaten Cianjur", pungkasnya.
Kontributor, Enuy Nurjanah
Gelaran Musyawarah Wilayah XIV Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat tingal dua hari lagi. Persiapan dan semaraknya telah terasa terutama di tempat gelaran akan diselenggarakan. Bunga Patrakomala dipilih sebagai logo Musywil kali ini. Tak kenal maka tak sayang, apa arti di balik logo tersebut.
Bentuk dasar bunga patrakomala yang merupakan flora khas Kota Bandung, yang juga ibukota provinsi Jawa Barat, sebagai tuan rumah pelaksanaan Musywil XIV. Dengan bentuk bergelombang yang dinamis, menunjukkan sifat-sifat yang tidak kaku, keluwesan, pun begitu tetap menunjukkan keseimbangan.
Logo Nasyiatul Aisyiah ditempatkan pada bagian putik bunga yang menjadi pusat bunga tersebut, sekaligus melambangkan 'perempuan', sebagai inti/pelaksana dari perhelatan musyawarah wilayah ini. Sementara itu pada ujung-ujung benang sari terdapat simbol berbentuk buku yang melambangkan pendidikan.
Putik (perempuan) yang dibuahi dengan serbuk dari benang sari (pendidikan), merupakan simbolisasi dari tema Musywil XIV, yaitu "Mencerdaskan Perempuan, Mewujudkan Jabar Juara". Sementara itu, benang-benang sari pada logo membentuk angka romawi XIV.
Warna yang digunakan pada logo ini menyadur dari logo Muktamar XIV Nasyiatul Aisyiyah 2022. Warna kuning emas pada benang sari dengan simbol buku melambangkan harapan (lewat pendidikan dan kecerdasan) agar Nasyiah terus berjaya dan berprestasi.
Warna biru pada tepian kelopak bunga menunjukkan keteguhan, sikap yang tidak mudah goyah, sekaligus harapan agar turut berkontribusi menyelesaikan masalah tanpa keributan. Warna merah bata menunjukkan kepercayaan diri dan rasa aman, berani menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, sehingga mampu menghadirkan rasa nyaman bagi kemanusiaan.
Bandung, Gelaran Musyawarah Wilayah XIII Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat menyisakan waktu kurang dari satu bulan. Teragendakan musyawarah ini akan digelar pada 7-9 Juli 2023. Seluruh rangkaian kegiatan akan berpusat di Universitas Muhammadiyah Bandung, Jl. Soekarno Hatta No. 752 Bandung.
Pemilihan tempat di salah satu AUM di Kota Bandung ini dimaksudkan sebagai syiar PTM dan Ortom. Simbiosis dan sinergi antara AUM dan Ortom yang harus dijalin secara berkesinambungan.
UM Bandung harus dikenal secara dekat oleh para kader persyarikatan dan Nasyiah pun harus dikenalkan pula pada para kader atau calon kader yang beraktivitas di dalamnya. Demikian ungkap Dewi Mulyani Ketua Umum PWNA Jawa Barat periode 2016-2022.
Sebanyak 381 peserta akan hadir di ajang pemilihan anggota pimpinan Nasyiah Jabar periode 2022-2026 ini. Dengan jumlah kader yang tersebar di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat, Nasyiah Jabar bertekad untuk menjadi organisasi yang dapat mencerdaskan perempuan untuk mewujudkan Jabar Juara. Frasa terakhir ini, kemudian menjadi tagline Musywil XIII Nasyiah Jabar, yaitu Mencerdaskan Perempuan, Mewujudkan Jabar Juara. A_Kar